Monday, September 14, 2009

ISTIQAMAH

Seringkali kita dengar ungkapan ini....ISTIQAMAH!!! Tapi istiqamah itu bagaimana ye? Adakah ia sejenis biskut, roti atau barangkali sejenis menu berbuka puasa???Hmmm...jom kita selongkar mencari kembara ISTIQAMAH

Berasal dari perkataan Arab "istiqama" yang bermaksud tetap TEGUH mengikuti satu jalan atau dengan kata lain...melakukan sesuatu secara konsisten dalam tindakan berdasarkan satu panduan. Melihat kepada ayat-ayat Allah yang berkaitan dengan ISTIQAMAH, surah Al-Ahqaf ayat 13-14; "Sesungguhnya orang yang berkata 'Tuhan kami ialah Allah' kemudian mereka istiqamah, maka tidak ada ketakutan ke atas mereka dan mereka tidak akan bersedih. mereka itulah ahli syurga, mereka kekal di dalamnya sebagai balasan di atas apa yg mereka lakukan"

Contohnya..pada zaman Rasulullah, seorang sahabat bertanya tentang Islam dan kunci kejayaan hidup menuju akhirat kelak..lau Baginda menjawab; "Katakanlah; Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah"
Rasulullah kemudiannya menjawab agar kita memperteguhkan 2 tiang UTAMA:
  1. Iman yang mantap
  2. Amalan yang berterusan dan konsisten
Jadi, sebagai hambanya yang kerdil...berterima kasihlah kepada Nya dengan cara menambahkan lagi keimanan dan memperteguhkan lagi amalan. Itulah ISTIQMAH...........jadi, ayuh yup kita cari gali ISTIQAMAH!!!

Tuesday, September 1, 2009

Salam Ramadhan Kareem

Assalamualaikum...lamanya blog nie ditinggalkan penuh bersawang dan berhabuk...uhuk3x!!!

bukan tak nak dimuatkan isi, tapi...kekangan masa bekerja nie mmg berlainan daripada masa belajar dulu...lagi syok belajar rupanya (",) tapi InsyaAllah...kerja bukan beerti dakwah dan tarbiyyah juga berhenti..mungkin bukan dari segi penulisan sbb bukannya reti menulis pun..berangan je

Alhamdulillah hari ini dah 11 Ramadhan, belum terlambat rasanya untuk ku ucapkan Ahlan Wa Sahlan kepada seluruh umat Islam di dunia ini...Ya Allah, syukur Engkau masih beri kami kesempatan dan peluang untuk menjadi penagih kasihMu dalam bulan rahmat wa barakah ini...InsyaAllah

Kepada seluruh muslimin wa muslimat...ku doakan Ramadhan ini menjadi batu loncatan untuk bergerak lebih cergas dan lebih pantas...sama ada dalam kehidupan peribadi, mahupun dakwah antum....utamakn yang penting dari yang penting...dan ini bukan bermaksud apabila antum mengutamakan pembelajaran/pekerjaan antum, persoalan dakwah harus diketepikan.

Kereta DAKWAH dan kereta PERIBADI antum harusla seiring...bagi yang baru menjejakkan kaki ke dalam bidang dunia ISLAM IS OUR WAY OF LIFE...ana ucapkan Ahlan Wa Sahlan dan semoga langkah ini menjadi LANGKAH TERCIPTA untuk antum mendaki tangga yang lebih tinggi. Jangan kita takut untuk mendaki selagimana kita belum cuba untuk mendaki kerana disitu pastinya ada kejayaan untuk antum!!!

Doakan ana terus thabat dalam perjuangan...

Salam perjuangan, salam Ramadhan

Saturday, May 23, 2009

Abdullah bin Mas'ud

Sabda Rasulullah Saw., “Siapa yang ingin membaca Al Qur’an dengan baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan lbnu Ummi ‘Abd (‘Abdullab bin Mas’ud)

Pada suatu hari, seorang anak gembala yang hampir baligh menghalau domba-domba gembalaannya di jalan jalan kedil perbukitan kota Makkah, jauh dan keramaian. Dia mengembalakan domba-domba kepunyaan seorang bangsawan Quraisy, ‘Uqbah bin Mu’aith.

Orang memanggil nama anak itu ‘Ibnu Ummi ‘Abd” Sesungguhnya namanya yang asli “ABDULLAH” dan nama bapaknya “MAS’UD”. Nama lengkapnya “ABDUL LAH BIN MAS’AD” -

Anak gembala itu pernah juga mendengar berita berita mengenai Nabi yang baru diutus, serta da’wah yang dilancarkannya. Tetapi gembala kecil ini tidak mem pedulikannya. Mungkin karena usianya yang masih kecil, dan karena jauhnya dan masyarakat Makkah, tempat dirnulainya da’wah tersebut..
Anak gembala ini rajin rnenggembalakan domba-domba majikannya. Pagi-pagi sekali dia sudah berangkat bersama domba ke tempat gembala, dan pulang setelah hri senja.
Hari itu, anak tersebut melihat di kejauhan dua orang laki-laki menuju ke arahnya. Keduanya. kelihatan sangat letih dan kehausan. Bibir dan kerongkongan mereka tampak kering. Ketika keduanya telah sampai ke dekat anak gembala tersebut, mereka memberi salam dan berkata, “Hai, Bocah! Berilah kami susu dombamu sekedar untuk menghilangkan haus.”
“Ma’af, Pak! Saya tidak dapat memberi Bapak karena domba-domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sebagai gembala”. jawabnya.
Kedua laki-laki tersebut tidak membantah jawaban anak gernbala itu. Bahkan di wajah keduanya jelas kelihatan mereka menyukai jawabannya. Seorang di antara keduanya berkata, “Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!”
Anak itu mengambil seekor anak domba, lalu dibawanya ke dekat mereka. Orang itu mernegang domba tersebut dan meraba-raba susunya dengan membaca “Basmallah “. Si anak gembala bingung, dan berkata kepada dirinya sendiri, “Mana mungkin anak domba dapat diperas air susunya!”
Tetapi sebentar kemudian susu anak domba itu membengkak, dan setelah itu air susunya memancar berlimpah-limpah. Laki-laki yang seorang lagi mengambil sebuah batu cekung lalu diisinya dengan susu dan diminurnnya berdua dengan kawannya. Kemudian anak itu diberinya pula dan mereka ketiganya minum bersama-sama. Anak itu hampir tidak percaya kepada apa yang dilihatnya dan dialaminya. “Ajaib sungguh’” kata anak gembala.
Setelah mereka minum sepuas-puasnya, orang yang penuh berkat itu berkata, “Berhenti!”
Sebentar kemudian air susu domba berhenti mengalir, dan teteknya kempes kembali seperti semula. Si anak gernbala berkata kepada orang yang penuh berkat, “Ajar kanlah kepada saya bacaan yang Tuan baca tadi.”
“Engkau anak pintar!” jawab orang luar biasa yang. penuh berkat itu
Kisah di atas adalah permulaan kisah “Abdullah bin Mas’ud dalam Islam. Orang yang penuh berkat itu tidak lain melainkan Rasulullah saw. Sedangkan kawannya ialah Abu Bakar Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu. Mereka pergi ke perbukitan Makkah pada hari itu, menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak rnereka ingini karena tindakan Kaum Quraisy yang keterlaluan dan sok kuasa
Sejak peristiwa itu, ‘Abdullah bin Mas’ud (si anak gembala) jatuh cinta kepada Rasulullah dan sahabatnya. Dia merasa terikat kepada keduanya. Sebaliknya Rasulullah kagum kepada anak itu. Walaupun dia seorang anak gembala, sehari-harian terjauh dari masyarakat ramai, tetapi dia cerdas, jujur, bertanggung-jawab, bersungguh-sungquh dan teliti.
Tidak berapa lama setelahnya, ‘Abdullah bin Mas’ud masuk Islam. Dia mendatangi Rasulullah dan memohon kepada beliau agar diterima menjadi pelayan beliau. Rasulullah menerimanya.
Sejak hari itu ‘Abdullah bin Mas’ud tinggal di rumah Rasulullah. Dia beralih pekerjaan dari gemba domba menjadi pelayan Utusan Allah dan Pemimpin Ummat
‘Abdullah bin Mas’ud senantiasa mendampingi Rasulullah bagaikan sebuah bayang-bayang dengan bendanya. Dia selalu menyertai beliau kemana pergi, di dalam rumah maupun di luar rumah. Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur, menyediakan air untuk beliau mandi, mengambilkan terompah apabila beliau hendak pergi, dan membenahinya apabila beliau pulang. Dia membawakan tongkat dan sikat gigi. Menutupkan pintu kamar apabila beliau masuk kamar hendak tidur…..
Bahkan Rasulullah mengizinkan ‘Abduliah memasuki kamar beliau jika perlu. Beliau mempercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa kuatir rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, ‘Abdullah bin Mas’ud dijuluki orang dengan Shahibus Sirri Rasulullal, (pemegang rahasia Rasulullah).
‘Abdullah bin Mas’ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah. Karena itu tidak heran kalau dia menjadi seorang yang sempurna terpelajar, berakhlak tinggi, sesuai dengan karakter dan sifat-sifat yang dicontohkan Rasululiah kepadanya. Pendidikan Rasulullah kepadanya, diterapkan ‘Abdullah dalam dirinya dengan disiplin kuat dalam segala situasi dan kondisi. Sampai-sarnpai orang mengatakan, “karakter dan akhlak ‘Abdullah bin Mas’ud paling mirip dengan akhlak Rasul ullah “.
Di samping itu, dia belajar di Madrasah Rasulullah. Karena itu memang pantas dia menjadi sahabat yang sangat baik membaca Qur’án, sanqat paham maknanya, dan sangat ‘alim tentang syari’at Islam.
Sebuah berita kami sajikan untuk membuktikan hal itu.
Ketika Khalifah ‘Umar bin Khaththab berada di ‘Ara fah, tiba-tiba seorang laki-laki datang menghadap beliau seraya berkata, “Ya, Amirul Mu’minin! Saya datang dari Kufah sengaja untuk menghadap Anda. Di sana ada seorang yang mahir Al Qur’an seutuhnya di luar kepala. Bagaimana pendapat Anda tentang orang itu?”
‘Umar marah mendengar pertanyaan itu. Belum pernah dia semarah itu, sehingga dia menarik nafas panjang panjang.
“Siapa dia?” tanya ‘Umar.
‘Abdullah bin Mas’ud,”jawab orang itu.
Kemarahan ‘Umar mendadak padam. Seketika itu juga mukanya kembali cerah.
Kata ‘Umar, “Demi Allah! Setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih ‘alim daripadanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda satu kisah mengenai nya. Pada suatu malam Rasulullah bercincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan urusan kaum muslimin. Saya turut dalam pembicaraan tersebut. Selesai berbincang-bincang, Rasulullah pergi. Saya dan Abu Ba kar pergi pula mengikuti beliau. Tiba-tiba kami melihat seseorang — mula-mula tidak kami kenali — sedang shalat di masjid. Rasulullah berdiri mendengarkan bacaan orang itu. Kemudian beliau berpaling dan berkata kepada kami, “Siapa yang ingin membaca Qur’an dengari baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (‘Abdullah bin Mas’ud).”
Kemudian ‘Abdullah duduk dan mendo‘a. Rasullullah rnengaminkan do’anya.
“Saya berkata dalam hati,” kata ‘Umar selanjutnya, “Demi Allah! Besok pagi saya akan mendatangi ‘Abdullah bin Mas’ud memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah mengaminkan do’anya. Ketika saya mendatanginya besok pagi, kiranya Abu Bakar telah lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu kepada ‘Abdullah. Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam soal kebaikan.”
‘Abdullah bin Mas’ud pernah berkata tentang pengetahuannya mengenai Kitabuflah (Al Qur’an) sebagai berikut:
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia! Tiada satu ayat pun dalam Al Qur’an, melainkan aku tahu di mana diturunkan dan dalam situasi bagaimana. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”
‘Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Cerita ‘Umar bin Khaththab di bawah ini memperkuat ucapan ‘Abdullah tersebut. -
Pada suatu malam ketika Khalifah ‘Umar bin Khathab sedang dalam suatu perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kafilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutup pandangan setiap pengendara. ‘Abdullah bin Mas’ud berada dalarn kafilah tersebut.
Khalifah ‘Umar memerintahkan seorang ajudan supaya menanya kafilah.
“Hai, kafilah! Dari mana kalian?” teriaknya bertanya.
“Min fajjil ‘amiq” (dari lembah nan dalam), jawab ‘Abdullah.
“Hendak ke mana kalian?”
“Ke Baitul ‘Atiq” (ke rumah tua =Baitullah), jawab ‘Abdullah.
Kata ‘Umar, ‘Di antara mereka pasti ada orang yang sangat ‘alim.
` Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Qur’an manakah yang paling agung?”
Jawab ‘Abdullah,
“(Allah, tiada Tuban selain Dia; Yang Maha Hidup Kekal, lagi terus menerus mengurus (rnakhluk-Nya): tidak mengantuk dan tidak pula tidur…). Al-Baqarah: 255).
Tanyakan pula kepada mereka, ayat Qur’an manakah yang lebih kuat hukumnya?” kata ‘Umar memerintah.
Jawab ‘Abdullah,
.
(Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi . kepada kaurn kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbualtn keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran)” (An Nahl; 16:9)
“Tanyakan kepada mereka, ayat Quran ma yang paling mencakup?” perintah ‘Umar.
Jawab Abdullah,
(“Barangsiapa mengerjakan kebaikan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula). (Al Zalzalah; 99:8).
“Tanyakan, ayat Al Qur’añ manakah yang memberi kabar takut?” perintah ‘Umar.
Jawab ‘Abdullah,
(Pahala dari Allah bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong. dan tidak pula menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahaltn itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain Allah).” (An Nisa’; 4:123)
“Tanyakan pula, ayat Qur’an manakah yang memberikan harapan?” perintah ‘Umar.
(Katalahl Hai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah; sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (Az Zumar; 39:53), jawab ‘Abdullah.
Kata ‘Umar, “Tanyakan! Adakah dalam kafilah kalian ‘Abdullah bin Mas’ud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!!”
‘Abdullah bin Mas’ud bukan hanya sekedar Qari (ahli baca) terbaik, atau seorang yang sangat ‘alim, atau seorang ‘abid yang sangat zuhud, tetapi dia juga seorang pemberani, kuat dan teliti. Bahkan dia seorang pejuang (mujahid) terkemuka. Dia tercatat sebagai muslim pertama yang mengumandangkan Al Qur’an dengan suara merdu dan lantang.
Pada suatu han para sahabat Rasulullah berkumpul di Makkah: Kata mereka, ‘Demi Allah! Kaum Quraisy belum pernah mendengar ayat-ayat Qur’an kita baca di hadapan mereka dengan suara keras. Siapa kira-kira yang dapat membacakannya kepada mereka?”
Jawab ‘Abdullah,”Saya sanggup membacakannya di hadapan mereka dengan suara keras.”
Kata mereka, “Tidak Jangan karnu! Kami kuatir kalau kamu yang membacakannya. Hendaknya seorang yang mempunyai famili, yang dapat mernbela dan melindunginya dari penganiayaan kaum Quraisy
“Biarlah saya saja Allah pasti melindungi saya!” jawab ‘Abdullah tak gentar.
Besok pagi kira-kira waktu dhuha, ketika kaum Quraisy sedang duduk-duduk sekitar Ka’bah, ‘Abdullah bin Mas’ud berdiri di Maqarn Ibrahim, la1u dengan suara lantang dan merdu dibacanya Al Qur ‘an:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tuhan yang Maha Pernurah
Yang mengajarkan Al Qur’an..
Yang nienciptakan manusia
Yang mengajarkannya pandai berbicara ) (Ar Rah man: 1 — 4).
Bacaan ‘Abdullah yang merdu dan lantang itu kedengaran oleh kaum Quraisy di sekitar Ka’bah. Mereka terkesima merenungkannya. Kemudian mereka bertanya sesamanya, “Apakah yang dibaca Ibnu Ummi ‘Abd (‘Abdullah bin Mas’ud)?”
“Sialan dia! Dia membaca ayat-ayat yang dibawa Si Muhammad!” kata mereka setelah sadar.
Lalu mereka berdiri serentak dan memukuli ‘Abdullah. Tetapi ‘Abdullah terus saja membaca sampai habis. Kemudian ‘Abdullah pulang menemui para sahabat dengan muka babak beIur dan berdarah.
“Inilah yang kami kuatirkan terhadapmu!” kata para sahabat kepada ‘Abdullah.
Jawab ‘Abdullah “Demi Allah! Bahkan sekarang musuh-musuh Allah itu tarnbah kecil di mata saya. Jika Anda menghendaki: besok pagi akan saya baca pula di hadapan mereka.
“Jangan! sudah cukup dahulu! Bukankah engkau sudah memperdengarkan kepada mereka ayat-ayat yang sangat mereka benci?” jawab mereka.
‘Abdullah bin Mas’ud hidup sampai zaman Khalifah ‘Utsman bin Affan memerintah. Ketika ‘Abdulah hampir meninggal, Khalifah ‘Utsman datang menjenguknya.
“Sakit yang engkau rasakan, hai ‘Abdullah?” tanya Khalifah
“Dosa-dosaku,” jawab ‘Abdullah.
“Apa yang engkau inginkan?” tanya ‘Utsman.
“Rahmat tuhanku,” jawab Abdullah. “Tidalkkah engkau ingin supaya kusuruh orang membawakan gaji-gajimu yang tidak pernah engkau ambil selama beberapa tahun?” tanya ‘Utsman.
“Saya tidak membutuhkannya,” jawab ‘Abdullah.
“Bukankah engkau mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggal engkau?” kata ‘Utsman.
“Saya tidak kuatir anak-anak saya akan hidup miskin. Saya menyuruh mereka membaca surat Al Waqi ‘ah setiap malam. Karana saya mendengar Rasulullah bersabda, “sesiapa membaca surat Al Waqi’ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya.”
Pada suatu malam, ‘Abdullah bin Mas’ud pergi menemui Tuhannya dengan tenang. Lidahnya basah dengan dzikruilah, membaca ayat-ayat suci Al Qur’an. Dia telah berpulang ke rahmatullah.
Radhiyallahu ‘anhu. Amin!!!

Saturday, May 16, 2009

Selamat HaRi GuRU kePAda sEmUA GurU-GURu di MalaYSIA..JasAMu terLAlu BeSaR CikGU

Saturday, April 25, 2009

Diriku dan kesibukan

Zaman makin berlalu, bumi juga makin tua....diriku masih begitu????hmmmm....ye ke? adakah iman masih di hati atau diriku hanyut bersama kesibukan yang melanda?

hari demi hari, masa praktikal sebagai guru di SMKTK 2 juga makin pergi, berlalu dan akn terus berlalu membawa kenangan. Namun, adakah jasaku stakat sebagai guru yg mengajar? bukan guru yang berdakwah?

diriku dan kesibukan....adakah aku benar-benar sibuk?bagaimana dakwah islamiyyah dan kalimat 'Lailahaillah' yg aku galas selama ini? mampukah aku menyampaikannya sepanjang di SMKTK 2?
kedatangan pelajar ke meja ku selama ini, adakah sekadar berbual kosong ianpa punya apa2 mesej dakwah?

diriku dan kesibukan...
hanyalah alasan yang paling ideal diberikan
namun, mampukah aku untuk berbohong pada Mu ya ALLAH!!!
kerana Engau yg mengatur perjalanan ini..Engkau Maha Tahu kesibukanku...
Ya Allah...bagaimana perjalananku bersama kesibukan ini untuk berjalan pada titian siratulmustakim.....^_^

Thursday, March 19, 2009

Cinta Lahirkan Ketaatan



Hadith :
Daripada Abu Hurairah ra bahawa Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya : “ Demi Allah yang jiwa ku di tangan-Nya tidak beriman seseorang kamu sebelum aku menjadi orang yang lebih dikasihinya daripada bapanya dan anaknya.”
(al-Bukhari dan Muslim) ; Rujuk Mukhtasar Sahih al-Bukhari 14, Mukhtasar sahih Muslim 23)

Huraian
Orang-orang yang keras hati tidak akan mengenal kasih sayang, kurang peka perasaan, lagi tipis perikemanusiaannya. Berbeza halnya dengan orang yang dikurniakan Allah SWT dengan hati yang lembut, penuh kasih sayang lagi penuh kemurahan. Rasulullah SAW contohnya dikenali sebagai seorang yang penuh kasih sayang dan lembut hatinya. Sudahkah kita berusaha mengamal dan mencontohi sikap baginda yang sangat terpuji itu hingga cinta kita pada Rasulullah bukan sekadar cinta buta, tapi cinta yang melahirkan ketaatan pada Allah SWT dan sikap mulia dalam kehidupan kita sehari-hari? Jika direnung, tidak wajar kita mengatakan bahawa kita mencintai Rasulullah sedangkan dalam kehidupan seharian, kita sering melanggar nasihat-nasihat baginda? Kecintaan kita pada baginda selama ini cuma cinta bersahaja, bukan juga cinta biasa sebagaimana cinta kita kepada anak-anak atau manusia yang lain. Sedangkan kecintaan Rasulullah pada kita umatnya amat mendalam dan luar biasa, disebut-sebut oleh baginda hingga nafas yang terakhir!

25 nasihat luqmanulhakim

  1. Hai anakku; ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Bila engkau ingin selamat, agar jangan karam, layarilah lautan itu dengan SAMPAN yang bernama TAKWAISInya ialah IMAN danLAYARnya adalah TAWAKKAL kepada ALLAH.
  2. Orang - orang yang sentiasa menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari ALLAH. Orang yang insaf dan sedar setalah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemuliaan dari ALLAH juga.
  3. Hai anakku; orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kepada ALLAH, maka dia tawadduk kepada ALLAH, dia akan lebih dekat kepada ALLAH dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada ALLAH.
  4. Hai anakku; seandainya ibubapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.
  5. Jauhkan dirimu dari berhutang, kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.
  6. Dan selalulah berharap kepada ALLAH tentang sesuatu yang menyebabkan untuk tidak menderhakai ALLAH. Takutlah kepada ALLAH dengan sebenar benar takut ( takwa ), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat ALLAH.
  7. Hai anakku; seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya kerana tidak dipercayai orang dan seorang yang telah rosak akhlaknya akan sentiasa banyak melamunkan hal hal yang tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mahu mengerti.
  8. Hai anakku; engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih lagi daripada semua itu, adalah bilamana engkau mempunyai tetangga (jiran) yang jahat.
  9. Hai anakku; janganlah engkau mengirimkan orang yang bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.
  10. Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit sahaja berdusta itu telah memberikan akibat yang berbahaya.
  11. Hai anakku; bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau hadir majlis perkahwinan, pilihlah untuk menziarahi orang mati, sebab ianya akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedangkan menghadiri pesta perkahwinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi sahaja.
  12. Janganlah engkau makan sampai kenyang yang berlebihan, kerana sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu adalah lebih baiknya bila makanan itu diberikan kepada anjing sahaja. 
  13. Hai anakku; janganlah engkau langsung menelan sahaja kerana manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.
  14. Makanlah makananmu bersama sama dengan orang - orang yang takwa danmusyawarahlah urusanmu dengan para alim ulamak dengan cara meminta nasihat dari mereka.
  15. Hai anakku; bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yang mencari kayu bakar, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mahu menambahkannya.
  16. Hai anakku; bilamana engkau mahu mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsafkan kamu,maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati hatilah. 



  17. Selalulah baik tutur kata dan halus budi bahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.
  18. Hai anakku; bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanya sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu. 
  19. Jadikanlah dirimu dalam segala tingkahlaku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain kerana itu adalah sifat riya~ (riak) yang akan mendatangkan cela pada dirimu.
  20. Hai anakku; janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan olah dunia saja kerana engkau diciptakan ALLAH bukanlah untuk dunia sahaja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.
  21. Hai anakku; usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata kata yang busuk dan kotor serta kasar, kerana engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.
  22. Hai anakku; janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan kerana sesuatu yang menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, janganlah mensia siakan hartamu.
  23. Barang sesiapa yang penyayang tentu akan disayangi, sesiapa yang pendiam akan selamat daripada berkata yang mengandungi racun, dan sesiapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.
  24. Hai anakku; bergaullah rapat dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya kerana sesungguhnya sejuklah hati ini mendengarkan nasihatnya, hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata katanya bagaikan tanah yang subur lalu disirami air hujan.
  25. Hai anakku; ambillah harta dunia sekadar keperluanmu sahaja, dan nafkahkanlah yang selebihnya untuk bekalan akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah kerana nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya kerana sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah engkau bertemankan dengan orang yang bersifat talam dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.

Mafela Kasih

Usai solat Zuhur dan berdoa, dia terpaku seketika. Fikirannya masih menerawang ke arah kata-kata ibunya melalui telefon tadi. Sambil melipat telekung, perbualan dengan ibunya tadi seolah-olah diputarkan kembali.
“Maria, ibu tak tahu nak kata apa lagi. Umur Maria dah nak masuk 28.. takkan la nak tunggu umur sampai 30..ibu tak suka tengok anak ibu kawin lambat. Fikirlah sendiri, suami macam mana lagi yang Maria nak. Nabil tu bukannya ada rupa saja, pangkat tinggi..kaya pulak tu. Kakak dan abang kau pun setuju kalau kau terima aje lamaran dia. Fikirlah baik-baik,”. 

“Entah la bu.. bagilah Maria masa dulu. Banyak perkara tengah Maria fikir sekarang.” Itulah jawapan yang sering dilontarkan tatkala ada orang yang merisik dirinya. 

Bukan dia menolak untuk menegakkan sunnah Rasullullah s.a.w itu, tapi hanya dia sahaja yang memahami dirinya sendiri. Seperti pilihan-pilihan yang datang sebelum ini, pastinya dia akan merujuk dulu pada yang maha menentukan sesuatu keputusan, Allah s.w.t. Dengan istikharah beberapa kali, dia yakin petunjuk yang diberikan Allah kepadanya adalah tepat. 

Tetapi pilihan kali ini, Nabil…hatinya seolah-olah menolak mentah-mentah. Bukan dia tidak kenal siapa Nabil itu. Nabil yang selalu mengacaunya, dan pernah ingin memegang tangannya semasa kali lepas sewaktu pulang ke kampung. Adakah suami seperti itu yang didambakannya? Bolehkah dia menjadi suami soleh yang boleh memandu rumahtangga Islami yang selalu diimpikannya? Kalaulah ibu faham, desis hatinya. 

Kakinya segera melangkah menuju ke wad A4. Tanggungjawabnya tidak harus dilupakan sama sekali. Dia tahu, itulah amanah Allah padanya. Sesibuk atau seletih mana pun, sebagai seorang doktor, Maria tetap mengukir senyuman kepada pesakit-pesakitnya. Masa rehat sekalipun, dia akan melawat wad atau dihabiskan sedikit waktu untuk membaca Al-Quran . 

Bagi Maria, mukjizat Al-Quran itu bukan saja boleh menenangkan jiwa sesiapa membaca atau mendengarnya, tetapi mampu menyembuhkan penyakit yang dihidapi oleh pesakit-pesakitnya dengan izin Allah. Melawat wad kanak-kanak, tidak pernah rasa bosan baginya. 

Bagi Maria, melihat wajah-wajah comel mereka mampu memberi ketenangan dan menyejukkan jiwa. Suara tangis kanak-kanak memaksa hatinya untuk memujuk mereka.  Melihat muka-muka mereka menderita, timbul rasa simpati dalam dirinya. 

Selalu bermain di fikirannya, untuk memiliki anak-anak comel seperti mereka. Sudah lama dia menantikan untuk bergelar ibu tetapi belum tiba masanya dia menjadi seorang isteri kepada seseorang. Dia yakin sekali Allah pasti akan mengurniakan suami soleh yang didambakannya kelak. Oleh sebab itu, dia tidak putus-putus berdoa. 

Langkah kakinya menuju ke bilik-bilik sakit di wad pesakit jantung. Sunyi sekali. Dia melangkah masuk ke dalam memerhatikan pesakit yang baru dipindahkan dari Hospital Kuala Lumpur tadi. Kata rakannya di unit jantung, Dr Bahtiar pesakit mengalami kecacatan septum ventrikel. Itulah yang dialami oleh kanak-kanak kecil di hadapannya kini. 

“Ya Allah.. dia terlalu kecil …mengapa diuji berat sebegini,”getus hatinya. Wajah mulus kanak-kanak perempuan berusia 4 tahun itu diperhatikannya. Dia masih terbaring lesu tanpa ditemani sesiapa. Tertulis di hujung katilnya, MARDHIYA QISTINA MUZAMMIL..nama yang sangat comel, secomel orangnya. Ingin saja dia memeluk kanak-kanak itu. Andai aku adalah ibunya, pasti aku sentiasa menemaninya dalam keadaan begini. Rasa simpatinya menebal. 

Maria tahu waktu pembedahan jantungnya dalam masa terdekat ini, menurut kata Dr Bahtiar tadi. Pintu terkuak dan seorang wanita lewat 60an masuk. Maria sedikit terkejut, namun terus dia melemparkan senyuman dan memberi salam. Wanita tua itu membalas senyumannya walaupun agak tawar sambil memandang pada wajah comel itu. Tiba- tiba saja wanita tua itu menitiskan air mata lantas bersuara. 

“ Hati makcik kadang-kadang tak tahan melihat wajahnya saat dia tidur macam ni. Makcik takut kalau dia terus tidur dan meninggalkan makcik. Makcik takde anak perempuan, dan makcik tak nak lagi kehilangan cucu perempuan. Tolong makcik, nak. Walaupun dia masih kecil, dia budak yang bijak, dan sangat baik. Walaupun ibu dia tinggalkan dia, dia tak pernah bertanyakan ibunya…dia tak pernah susahkan ayahnya yang sibuk. Dia betul-betul menjaga hati papa dan neneknya. Tolonglah doktor, makcik tak nak kehilangan dia ,”.

Air mata Puan Nuraini semakin laju membasahi pipinya. Maria agak faham hati dan perasaan seorang nenek terhadap cucu perempuan tunggalnya. Sememangnya anak ini terlalu tabah, dan kini Allah mengujinya lagi. 

“Sabarlah makcik..saya mungkin tak berada di tempat makcik tapi saya faham apa yang makcik hadapi sekarang..banyakkanlah berdoa makcik. Kami di sini akan berusaha sedaya upaya..selebihnya, itu adalah hak Allah, mohonlah pertolongan padaNya agar dia dapat diselamatkan.” Maria mendekati dan memeluk bahu wanita itu. 

“Insyaalah.Terima kasih doktor. Jarang dapat jumpa doktor seperti kamu, nak. Anak makcik, ayah Mardhiya ni pun doktor, tapi sekarang bukak klinik sendiri. Katanya, hospital ni terbaik dalam rawatan jantung, jadi terus Dhiya ditukarkan ke sini. Tapi, memang makcik ni kurang sabar sikit bila berhadapan dengan ujian agaknya. Mak cik kagum lihat anak lelaki makcik..pelbagai ujian yang dia terima, dia nampak sabar..tenang sekali walaupun makcik tahu, dia sering menitiskan air mata di masjid. Dulu, isterinya nak pergi tinggalkan dia dengan anak dia, dia tenang lepaskan..walaupun makcik tahu hatinya perit. Kini, anaknya pula menderita. Tapi, anaknya pun sama, ikut sabar dan tabah macam papanya. Kalau makcik tahu nak jadi macam ni, makcik tak kasi dia kawin dengan mat saleh tu dulu. Astaghfirullahalazim… maafkan makcik, nak. Makcik tak sepatutnya makcik luahkan masalah makcik pada kamu. ” 
"
Tak apa lah makcik..saya faham perasaan makcik. Kadangkala bila luahkan apa yang terpendam di hati..kita akan rasa lebih ringan dan insyaalah tenang, jadi, makcik jangan malu dengan saya.,” Maria mengukir senyuman walau dalam hatinya kembali memikirkan masalah yang diungkit ibunya siang tadi. 

* * * * * * * * * * * *

“Macam mana dengan Dhiya kat sana, Ummi?” Puan Nuraini tidak segera menjawab. Dia menghenyakkan tubuhnya ke sofa, mendekati anak lelakinya.

“Macam biasa la Mil. Petang tadi dia tidur je masa ummi pegi. Ummi hairan la Christina takkan tak ingat langsung kat anak dia ni? Anak tengah sakit camni taknak jenguk langsung! Ummi tak faham betul dengan dia tu!”. Wajah Puan Nuraini sedikit berubah. 

“Ummi jangan cakap macam tu. Dia bukan tak nak ke sini, cuma dia takut ummi dan Dhiya lagi terluka. Walaupun dia dah balik ke agama asalnya, dia tetap ibu kandung Dhiya. Pasti dia juga rindu Dhiya. Dah takdir yang hidayah tak betul-betul sampai ke dalam hatinya, atau mungkin salah saya yang tak berjaya didik dia jadi muslim sebenar. Jadi, Ummi janganlah terlalu membenci dia lagi dan tolonglah jangan ungkit lagi pasal ni.” Muzammil menjawab tenang. 

Selepas menyalami ibunya, dia segera berangkat untuk menjenguk anaknya di hospital. Janjinya pada diri sendiri, sesibuk macam manapun dirinya, pasti dia akan mencari masa untuk Dhiya, dan mendengar tasmi’ hafalan Dhiya. Baginya, dia mahu Dhiya mengenal Penciptanya dahulu melalui sentuhan al-Quran di hatinya yang bersih. Dialah mama, dialah papa kepada Dhiya sekarang. 

Barang-barang kesayangan Dhiya dibawa bersama untuk menemani dia sewaktu di hospital. Antaranya, buku ‘Fairy tales’ yang dibeli di Ireland oleh bekas isterinya semasa Dhiya berumur 1 tahun dan… mafela kesayangannya yang kini menjadi barang kesayangan Dhiya. Mafela yang sangat istimewa buat dirinya. Mafela yang sentiasa menyelimuti lehernya semasa menuntut di Ireland dahulu. Mafela yang menemani Dhiya selepas ditinggalkan ibunya. Mafela yang mengingatkan Dhiya tentang dirinya. Mafela pemberian seorang gadis yang betul-betul mencintainya suatu ketika dahulu! 

* * * * * * * * * * * * 

Maria masuk setelah memberi salam. Kelihatan anak comel itu tersenyum manis padanya sambil menjawab salam.

“Doktor suka tengok Dhiya ceria pagi-pagi ni. Bertuah nenek dapat cucu macam Dhiya, cantik dan pandai!” Pujian Maria membuatkan Dhiya tersengih lebar. Seketika Dhiya diperiksa dan jantungnya kelihatan masih berfungsi normal. 

“Doktor nak dengar tak Dhiya hafal surah Al-Waqiah? Dengar Dhiya baca ye,” sambil memperbetulkan jubahnya dan duduk, Maria memperhatikan bacaan Dhiya. 

Sememangnya, bacaannya baik sekali dengan makhrajnya yang jelas. Hatinya berbisik, alangkah bagusnya sekiranya dia miliki anak seperti Dhiya, baru sahaja 4 tahun umurnya, tapi sudah berjaya menghafal surah Al-Waqiah, Al-Rahman dan surah-surah pendek dalam juz Amma, seperti kata neneknya. Sekiranya dia miliki anak kelak sudah pasti akan dididiknya seperti Dhiya. Dia sudah pasti ingin lahirkan zuriat yang comel, soleh dan solehah mengikut acuan Al-Quran.. tapi,sudah pasti dia perlukan seorang suami yang benar-benar boleh membentuk diri dan anak-anaknya dengan akhlak Islami. 

Bukan dia terlalu memilih atau memandang dirinya sempurna dalam memilih calon suaminya..tidak sama sekali. Tetapi, itulah keluarga yang diidaminya…keluarga yang dipenuhi dengan limpah mahabbah wal rahmah oleh Allah s.w.t, dan melahirkan generasi soleh setanding Salahuddin Al-Ayubi, Al-Biruni, Al-Khwarizmi, Ibnu Sina, Umar al-Khattab dan generasi solehah, seperti Aisyah r,a, Fatimah az-Zahra, Khadijah dan Sumaiyyah.

Itulah yang dipintanya di dalam doa setiap hari. Fikirannya kembali menuju kepada Dhiya tatkala kanak-kanak itu menghabiskan bacaannya. “Subhanallah. Bagus sekali bacaan Dhiya. Doktor kagum sangat dengan Dhiya, dan..Allah juga pasti sangat sayang pada Dhiya. Siapa yang ajar Dhiya hafal Quran?” 

“Papa. Papa kata Allah sayang pada orang yang selalu baca Quran. So..Dhiya pun nak Allah sayang Dhiya jugak. Semalam pun papa datang ajar Dhiya.. pastu dia bagi chocolate 'kisses' sebab Dhiya dah ingat surah Al-Waqiah,”.Bibirnya mengukir senyuman bangga. 

Tidak dinafikan, hati Maria tertanam sedikit kagum pada papa Dhiya itu. Maria mendekati Dhiya sambil mengelus-ngelus rambut perangnya. Semasa memegang tangan Dhiya, matanya tertancap pada sesuatu yang dipegang oleh Dhiya. Ia betul-betul kelihatan sama. Dia segera memohon untuk beredar! Entah kenapa hatinya terusik apabila memandang barang yang dipegang oleh Dhiya tadi. Maria menangis! 

“Kenapa kau harus menangis?? Mungkin ia kelihatan sama tapi ….ia memang sama! Atau kau marah pada diri sendiri sebab barang tu menyebabkan kau kembali ingat pada dia? Orang yang pertama telah kau jatuh cinta..? Atau kau ingin usirnya dari fikiran takut cintamu pada orang yang bukan jodohmu??” hatinya berkata-kata pada dirinya sendiri. 

“Ya Allah..aku pernah mencintainya dan merinduinya. Aku tak pasti…aku mencintai kerana apa atau kerana akhlak dan pekertinya. Ampunkanlah aku sekiranya ini membawa dosa kerana hatiku kembali mengingati seseorang yang aku tak pasti di mana atau tak mungkin ku milikinya jika dia bukan jodohku,” Air matanya menitis lagi. Dia yakin sekali lelaki itu mungkin kini sudah berumahtangga dan mengecapi kebahagiaan yang indah. 

* * * * * * * * * * * * 

Suara azan Asar telah berkumandang dari surau An-Nur, Sekolah Menengah Sains Sultan Mahmud. Sungguh gemersik dan syahdu. Dia tahu, suara itu selalu diminatinya, iaitu suara yang sama membaca al-Quran sebelum solat Maghrib semalam. Entah kenapa dia jatuh hati pada suara itu. Sering dia bertanya pada Anis, rakan sebiliknya tentang pemilik suara itu. Kata Anis, dia senior mereka di tingkatan 5 Alpha. Orangnya tinggi,berkulit sawo matang dan rakan-rakan memanggilnya Najmi. Tetapi, tetap dia tidak dapat meneka yang mana satu orangnya. Manakan tidak, wajah dan nama semua pelajar lelaki tingkatan 3 pada masa itu pun tidak dapat diingatnya, inikan pula pelajar tingkatan 5. Sememangnya matanya jarang memandang lelaki, apatah lagi bercakap dengan lelaki. 

Walaupun hanya di sekolah sains biasa, dia gembira kerana sekolah itu menekankan aspek keagamaan terhadap pelajarnya. Melalui program usrah muslimat yang diketuai oleh kak Fauzana, Maria mula mempelajari ilmu agama secara mendalam. Dia bersyukur kerana rahmat Allah sentiasa bersamanya. Semakin hari dia dapat rasakan perasaan aneh dalam dirinya. Semakin lama dia mendengar suara itu, hatinya semakin jatuh cinta pada suara itu. Segera dia beristighfar kerana bimbang hatinya terleka dari Allah. 

“Aku rasa kan Maria, kau ni bukan saja dah jatuh cinta pada suara abang Najmi tu, tapi juga orangnya kan?” gurau Anis padanya. Dia hanya menidakkannya dan mengatakan tumpuannya kini pada pelajaran. 

Pernah dia menemani Kak Fauzana ke bilik pengurusan badan dakwah semasa menjadi AJK Sambutan Maulidur Rasul dulu, dan ketika itu dia mula mengenali wajah orangnya. Sememangnya wajahnya cukup tenang. Ketika itu mereka berkerjasama dalam kumpulan untuk menjayakan program tersebut, secara tak langsung Najmi mengetahui nama panggilannya..Maria. 

Namun, cukuplah masa itu sahaja, sesama mereka berdua juga tidak pernah bersapa. Cukup hanya semasa mengutarakan idea semasa perbincangan umum. Bagi Maria, batas pergaulan harus dijaga, sekiranya tiada urusan penting..tiada guna dia bersapa mesra dengan lelaki bukan mahramnya.. walaupun ternyata hatinya mengidami pendamping soleh seperti Najmi suatu masa kelak.. 

Dia masih ingat kata Kak Fauzana.. “Kita kini hanyalah seorang pelajar. Dan tanggungjawab kita adalah belajar dan rasa cinta dan sayang kita haruslah pada Allah, rasul serta ibu bapa kita. Buat masa ini, cinta kita bukan lagi untuk lelaki kerana mereka tak berhak dicintai selagi mereka belum bergelar suami kita. Namun, sekiranya perasaan cinta itu tetap datang, Islam menyuruh kita supaya bernikah untuk mengelakkan daripada zina dan fitnah. Jika itu tidak dapat dilakukan lagi kerana kita masih seorang pelajar, harus kita elakkan daripada timbul rasa cinta dan syahwat”. Maria memilih untuk membuang perasaan itu, walaupun ternyata nama itu tersimpan jauh dalam lubuk hatinya.

*********

Assalamualaika ya akhi…Najmi, Maaf kiranya saudara agak terkejut dengan kedatangan surat ini. Saya kagum dengan sikap saudara, suara saudara mengalunkan ayat-ayat Allah selama di Sekolah Menengah Sains. Maafkan saya..harus saya akui, saya juga hanya insan biasa yang tak mampu melawan fitrah di hati ini.. saudara muslimin yang baik, saya doakan agar saudara sentiasa dilimpahi rahmatNya Saya tahu ini bukan masanya kita bercakap tentang ini, soal hati dan perasaan. Saya yakin Allah beserta dengan orang yang sabar dan Allah sedang menguji hati saya ketika ini. Anggaplah hadiah pemberian saya tanda ucapan tahniah dari saya sempena melanjutkan pelajaran ke oversea.Iinsyallah, perasaan ini akan hilang bersama pemberian saya kepada saudara. Terimalah dengan ikhlas.Maat taufiq wa najjah M.Qibtiah 

Muzammil kembali teringat isi surat ringkas yang diterimanya sebelum dia berangkat ke Ireland. Surat yang disisipkan pada mafela biru tua yang dikaitkan nama..NAJMI. Bungkusan itu diterima melalui seorang rakan yang juga tidak tahu dari siapa. Dia memang dapat rasakan gadis itu mencintainya. 

Memang ramai yang dikenali meminatinya dahulu tapi tidak satu pun yang dilayannya. Tapi gadis ini cukup berbeza, terlalu ‘low profile’ sehingga orangnya pun dia tak tahu siapa. Biasanya, mereka akan memberi nombor telefon lah, e-mel lah.. tapi satu pun dia tak pernah contact balik. Baginya pada masa itu bukanlah waktu mengejar cinta tapi cita-citanya sebagai doktor menjadi keutamaan. 

Selepas menamatkan MBBSnya di Ireland, Muzammil berhasrat untuk bertugas di sana untuk menimba pengalaman. Tidak disangka-sangka, anak pemilik rumah yang disewanya sangat mencintainya. Christina James namanya. Minatnya terhadap Islam memungkinkan Muzammil untuk berdakwah dan menariknya untuk memeluk Islam. Jadi, dia berkeputusan menikahinya.Tetapi, hampir dua tahun berkahwin, Christina ternyata tidak dapat menyesuaikan diri dengan agama barunya. 

Paling menyedihkan, sedikit kata-kata Muzammil tidak lagi diambil peduli. Muzammil mula faham, Christina hanya menunjukkan minat pada Islam semasa ingin mendapatkannya dahulu. Dia yang bersikap keanak-anakan itu, kembali meneguk arak semasa Muzammil sibuk di hospital. Akhirnya, Muzammil terpaksa menceraikannya setelah Christina memutuskan untuk bersama lelaki lain dan ingin kembali ke agama asal.

Dengan penuh kepiluan, dia pulang ke tanah air setelah berjaya menuntut anaknya, Mardhiya Qistina…itulah permata hatinya kini, diberi nama mengikut huruf pangkal nama gadis yang tidak dikenali, yang tulus mencintainya dahulu… 

* * * * * * * * * * * * 

Maria menyapa Dr Bahtiar yang melewati di luar wad yang dilawat olehnya. Dia juga berasa hairan kerana terlalu menyayangi dan mengambil berat terhadap anak itu. Lantas menyebabkan dia sedikit risau. 

“ Kami dah bincang tentang penyakit dia berdasarkan penelitian diagnosis.Bayangan gelombang jantungnya menunjukkan dia menghidapi sakit jantung secara semulajadi. Pada mulanya saya sangka ia bahaya. Tapi, persen pengaliran darahnya 25% sahaja, sedangkan pembedahan biasa memerlukan 30% atau ke atas. Juga tiada kemunculan tekanan darah pada paru-paru, menunjukkan tiada tanda bahaya.Walaupun pembedahan dilakukan, keadaan badannya yang kecil dan lemah memungkinkan adanya komplikasi lain. Jadi, asalkan mendapat rawatan susulan di bawah jabatan perubatan, ia akan pulih secara perlahan-lahan semasa pesakit membesar,” kata doktor bedah utama pembedahan Dhiya itu. 

Ditunjukkan kepada Maria hasil diagnosis untuk dipastikannya sendiri. “Alhamdulillah, anak kecil itu tidak perlu dibedah,”hatinya melafazkan kata syukur. Laporan perubatan Dhiya di tangan Dr Bahtiar diteliti oleh Maria. Nama penuh Dhiya ditelitinya berkali-kali. MARDHIYA QISTINA BINTI MUZAMMIL NAJMI. Najmi.. Mungkinkah nama Najmi ialah Muzammil Najmi?? Maria terkesima. 

* * * * * * * * * * * 

“Mil pernah jumpa doktor perempuan yang kadang-kadang ada datang melawat Dhiya tak?” Puan Nuraini tiba-tiba bersuara setelah lama menyepi di dalam kereta. Dia dalam perjalanan ke hospital semula bersama anaknya setelah pulang sebentar pada pagi itu untuk memasak bubur kegemaran Dhiya. 

“Tak ada la Mi. Saya selalu jumpa kawan saya, Dr Bahtiar je. Kenapa?”

“Manis sangat orangnya….macam nama tuannya, Dr Maria Qibtiah. Dia selalu pakai jubah. Orangnya masih bujang lagi Mil, hari tu mak tanya.Takkan Mil tak pernah jumpa?” Muzammil terkesima mendengar nama itu. Maria Qibtiah. M Qibtiah. Dia cuba memastikan dari ibunya. 

“Dia pernah tanya pasal Mil tak, Mi?” 

“Takde pun. Ummi pernah cerita pun pasal anak Ummi pun doktor dan pasal Dhiya.tu je.Kenapa Mil kenal dia ke?” 

“Entah la..”Jawab Muzammil acuh tak acuh.Fikirannya masih memikirkan soal tadi, dan hatinya dapat mengagak sesuatu. 

“Eh, pelik pula jawapan budak ni,”.Puan Nuraini mengerutkan dahi tanda hairan. 

* * * * * * * * * * * *

Susuk tubuh berkot putih itu masih di tepi Dhiya yang masih tidur. Dia kini memegang mafela di tangan Dhiya, diperhatikannya…dan di tepinya, tertulis nama NAJMI. Maria menangis lagi. Dia menangis lagi, marah kepada diri sendiri kerana masih mencintai lelaki itu walaupun sudah bertahun-tahun berlalu, hatinya tetap menafikan. 

Dia terlalu mengidami lelaki sesoleh Najmi sejak dahulu lagi. Dia tahu, Najmi mungkin tidak tahu sama sekali tentang dirinya.. dan dialah pemberi mafela itu. 

“Mustahil dia mencintaiku, bahkan tidak akan memandang diriku. Sedangkan tentang diri aku pun dia tak tahu. Pemberianku mungkin dianggap seperti dari sesiapa saja dikenalinya. Astaghfirullahalazim..maafkan aku ya Allah kiranya aku berfikir bukan-bukan,” 

“Doktor ada di sini rupanya” Puan Nuraini segera mendekatinya selepas menutup pintu. Segera dilapkan air matanya dan memberi ruang untuk Puan Nuraini duduk. Dia memohon untuk pergi dengan alasan mempunyai urusan lain, khuatir perasaannya diketahui oleh orang tua itu. 

Belum sempat dia membuka pintu,, sesusuk tubuh sasa dan tinggi lampai masuk…dan Maria memandang wajahnya. Mereka saling berpandangan. Namun, segera wajahnya ditunduk. Dia masih dapat mengecam wajah itu,wajah lelaki yang pernah dicintainya tak banyak berbeza…hanya sedikit berkumis. Dipaksa dirinya untuk senyum dan segera dia mengatur langkah untuk keluar. Rasa kaget bercampur malu kini menyelubungi hatinya. Dia tak pasti, lelaki itu mengenalinya atau tidak. 

Muzammil tahu, itulah Maria yang pernah dikenalinya, pelajar tingkatan 3 dahulu yang pernah mencuri hatinya. Namun, dia tidak pernah menganggap dirinya setanding untuk gadis sebaik dan sesolehah Maria. Sekarang, Muzammil pasti, dialah Maria…Maria Qibtiah, dan kini sudah jelas, gadis yang dicintainya dulu rupa-rupanya mencintainya..Dia pasti tidak berdiam diri lagi, kerana dia yakin tidak bertepuk sebelah tangan.. 

“Maria, tunggu dulu!” Maria berhenti tanpa membalikkan tubuhnya kearah Muzammil. 

“Saya tahu awak masih kenal saya. Saya Najmi..Muzammil Najmi yang awak pernah kenali dahulu. Kenapa awak lari dari saya….awak takut saya tahu yang awak bagi mafela tu? Atau awak takut jatuh cinta pada saya lagi? Maaf, saya tak tahu nama penuh awak Maria Qibtiah..ibu saya dah beritahu saya tentang awak. Saya tahu saya ada peluang kali ni. Saya tahu apa tersirat di hati awak, Sekiranya awak sudi…dan Allah izinkan, kita segera taaruf dan saya akan melamar awak.” Maria memejamkan matanya. Air mata syukurnya gugur ke bumi. 

* * * * * * * * * * * * 

Majlis berjalan dengan lancar. Suasana agak sunyi selepas ramai tetamu sudah pulang. Maria menitiskan air mata lagi…air mata kesyukuran ke hadrat illahi. Dia tahu, Allah menyayanginya,memelihara kesuciannya sehingga dia bertemu kembali dan diijabkabul dengan lelaki yang dicintainya kerana Allah. Rahmat dari Tuhan iyang dilimpahkan sangat dirasainya kerana kini memiliki suami soleh dan sekaligus anak solehah seperti Dhiya. 

“Sayang, kenapa menangis ni?”Muzammil mendekatinya. 

“Terima kasih abang…kerana menikahi Maria”. Air matanya jatuh perlahan-lahan. 

“Kenapa cakap macam ni.?Abang nikahi Maria kerana mencintaimu kerana Allah, dan Maria isteri solehah yang abang idamkan. Abang sepatutnya berterima kasih pada Dhiya yang sanggup menerima abang dan Dhiya.Abang cintaimu selama-lamanya..Insyallah,Doakan agar Allah sentiasa mencurahkan rahmahNya kepada kita.”

Kelihatan Dhiya mengintai mereka dari tepi pintu kamarnya. Dia beransur sihat kini di bawah jagaan Maria yang kini bekerja bersama suaminya di Muzammil Medical Centre. Cepat-cepat Maria meleraikan pelukan suaminya itu. Dhiya meluru masuk memeluk ibu barunya.. 

“Papa, papa kena tidur kat rumah ibu ke malam ni? Boleh Dhiya tidur sama ngan ibu dan papa tak? ” soal Dhiya sambil tersengih. Maria tersenyum menantikan jawapan Muzammil. Agak lama menantikan sebelum Muzammil menjawab. 

“ Malam esok boleh kan sayang?Malam esok balik rumah kita nanti , papa janji kita tidur sama-sama ok,” jawab Muzammil memerhatikan reaksi puterinya. 

“Ibu pun janji!” Maria menambah. 

“Tapi mana papa letak mafela Dhiya ye?” 

“Oh.. ada kat bilik papa. Nanti Dhiya ambik kat bilik papa ye sayang,” Muzammil menjawab sambil tersenyum.

Dia faham Dhiya selalunya tidak boleh tidur tanpa mafela itu. Mafela itu seolah-olah pengganti dirinya semasa ketiadaannya. Memang tidak hairan Dhiya begitu sayangkan mafela itu. 

“Alright,papa.Good night papa! Good night ibu!” Dhiya tersenyum tanda setuju lalu keluar setelah bersalam dan mencium pipi papa dan ibunya. 

“Kenapa ada kat bilik abang? Mafela tu kan dah jadi Dhiya punya?” Maria sengaja bertanya.

“Semalam Dhiya tidur kat bilik abang. Jadi, ada kat bilik abang lah. Tapi, walaupun abang bagi pada Dhiya, ia tetap mafela kesayangan abang… sebab ia dari seseorang yang abang cintai tanpa abang sedari. Dan sekarang …abang dah milikinya,” kata-kata Muzammil menyebabkan Maria tersentuh. Dia tertunduk malu. 

“Kesian pulak kat Dhiya, tak boleh tidur dengan abang malam ni.” Maria cuba mengalih topik. 

“Habis tu, sayang tak kesiankan abang?” Maria faham maksud kata-kata Muzammil itu. Malam itu sememangnya milik mereka berdua. Malam yang indah yang mereka sinari dengan cahaya ibadah cinta dalam hubungan mahabbah yang suci dan diredhai olehNya. -layyinul qalbi-